Misteri dibalik Gudang Hotel

Misteri dibalik Gudang Hotel

Pagi ini sedikit mendung dengan awan awan yang masih menggantung di langit pagi ini, udara dingin samar-samar bersentuhan dengan kulit yang membuat bulu kuduk sedikit bergidik. Remang-remang cahaya oranye mulai menembus celah-celah awan  dan menyinari rumput-rumput di halaman sekolah. Hari ini sekitar pukul 06.30 pagi, siswa kelasku 12 IPA 1 dan kelas 12 IPA 2 SMA Pelita Bangsa  akan pergi mengikuti study tour ke salah satu daerah di Sumatera Utara yang memiliki hutan mangrove terluas di Sumatera Utara. Kami dibagi menjadi 4 regu yang masing-masing regu didampingi 2 guru pendamping dan dibagi atas 2 bus, regu 1 dan 3 masuk ke dalam bus 1 dan regu 2 dan 4 masuk ke dalam bus 2.

“Ran, nanti aku duduk disebelahmu ya?,” tukas Verni sesaat sebelum kami memasuki bus, “oh oke,” aku mengiayakan tawaran Verni karna dia adalah satu satunya teman yang cukup dekat denganku disekolah. Aku Rania, gadis remaja biasa yang duduk dibangku kelas 12 SMA. Di sekolah tidak banyak orang yang mengenalku, ya…karna akupun sedikit malas untuk berkenalan dengan orang lain yang menurutku tidak cocok dengan pribadiku. Yang tadi itu Verni, dia teman semeja ku dikelas dan sekaligus sepupuh dekatku dari keluarga ibu. Kami memang cukup dekat sebagai teman maupun keluarga, dia orang yang ceria namun dia tidak pernah memaksaku untuk menjadi seperti dirinya, dia menghargai pribadiku yang bisa dikatakan tertutup dari siapapun tak terkecuali orangtuaku.

Disini perjalanan kami dimulai, aku punya waktu untuk tidur atau melakukan aktivitas lainnya seperti menggambar atau hanya sekedar menulis sepenggal cerita di ponselku selama perjalanan yang akan kami tempuh dalam waktu tiga setengah jam kurang lebih. Verni duduk tepat disebelahku, dan ia menggunakan waktu yang cukup lama ini dengan mendengarkan music melalui headset dan mulai bersenandung pelan-pelan.

“Ran, kira-kira nanti kita ngapain aja ya?,”

“yah..ini kan perjalanan sekolah, pastinya kita akan lebih banyak belajar daripada menikmati alam,”

“iyasih, engga bisa berharap lebih juga iyakan?,”

“hmm,”

“eh omong-omong kau masih ingat kejadian 2 tahun lalu saat kita menginap di hotel dengan orangtuaku, orangtuamu dan Tante Nisah?,” tiba-tiba jantungku berdegup lebih cepat setelah mendengar kalimat Verni, pikiranku langsung dilintasi kejadian-kejadian mengerikan yang kami alami waktu itu.

“ya aku ingat, tapi untuk apa diingat-ingat?itu sudah lama,”

“hm, sedikit mengerikan untuk diingat memang. Ah sudah lah aku mau tidur saja,” bayangan-bayangan kejadian itu masih sangat jelas kuingat. Masih sangat jelas kuingat Ketika wajah mengerikan dengan mata berlumuran darah itu kujumpai tepat dipintu kamarku malam 2 tahun lalu. Yah, kejadian itu 2 tahun lalu saat malam tahun baru kami merayakan tahun baru Bersama beberapa keluarga di sebuah hotel di Sumatera Barat yang ada ditepi Pantai.

Sekitar 3 jam kami menempuh perjalanan yang cukup legang akhirnya kami samapi di hotel tempat kami akan menginap selama dua hari. Sesuai instruksi dari Pembina, kami dibagi atas beberapa kelompok kamar. Aku, Verni, dan Alya berada dikamar yang sama, kamar 21 berada dilantai dua tepat di sebelah tangga.

“huft, ternyata capek juga ya 3 jam lebih dijalan” tukas Alya setelah ia membaringkan tubuh mungilnya di kasur hotel.

“iya, yaudah aku mandi duluan ya” ujar Verni sembari mengutak atik barangn bawaannya yang kuduga sedang mencari sabun pencuci wajah atau semacamnya, sedangkanaku hanya Menyusun barang-barangku di samping kasur lalu tanpa bas abasi langsung menatap ponselku yang merebahkan tubuhku yang sebenarnya juga lelah.

            Malam ini kami waktunya kami istirahat sebelim besok kami melanjutkan kegiatan inti kami untuk observasi hutan mangrove disekitar hotel. Bunyi denting jam semakin terasa sangkin sunyinya malam ini, semuanya telah lelap dalam tidur kecuali aku mungkin. Setelah hamper 2 jam aku hanya memainkan ponselku, aku tiba-tiba ingin buang air kecil. Dan..sialan keran air wastafel di toilet kamar kami mati, aku terpaksa harus beralih ke kamar kecil yang ada diujung Lorong lantai 2.

“aduh..kalo bangunin mereka ga enak, yaudahlah sendiri aja,”kataku penuh kepalsuan, sebenarnya aku sedikit takut tapi daripada tidak buang air mending menahan takut sebentar.

Dengan Langkah perlahan tapi pasti, aku menyusuri Lorong lantai 2 yang sebenarnya tidak gelap namun sedikit redup karna tidak semua kamar dilantai 2 ini di huni oleh siswa/i dari rombongan kami jadi beberapa lampu lorong mati. Tidak lebih dari 5 menit aku di kamar mandi, tiba-tiba ada yang menggedor pintu kamar mandi dengan sangat keras dan buru-buru

“iya sebentar..”teriakku agak keras dari dalam toilet untuk meyakinkan orang diluar untuk menunggu sebentar. Tapi gedoran itu hanya sebentar lalu hilang begitu saja, yang lebih membuatku heran dan merinding setengah mati adalah, tidak ada orang dibalik pintu itu. Wajahku memucat, tapi mencoba untuk tenang dan Kembali ke kamar. Aku mencoba berjalan dengan tenang dan lagi-lagi aku dibuat merinding dengan suara yang kudengar dari kamar yang baru ku lewati.

“AAAAA!!!” suara Wanita yang teriak dengan sangat keras mungkin hampir satu hotel mendengarnya, dengan terbirit-birit aku lari sekencang yang kubisa sampai kekamarku. Nafasku sudah tersenggal-senggal saat aku sampai kekamarku dengan keringat yang bercucuran dan ternyata tidak ada yang terbangun karna suara itu, atau apakah mereka tidak mendengarnya.

“Ver bangun Ver, Al bangun. Ihh kok ga bangun sih,” aku menggerutu sembari terus mengguncang tubuh dua gadis itu sampai akhirnya Verni terbangun dengan setengah nyawa yang terkumpul. “apasih Ran?” ia marah karna aku mengusik tidurnya. Lalu kujelaskan semua yang kualami barusan padanya, ia kaget dan tentu ia percaya karna kami sudah pernah mengalami hal seperti ini. Akhirnya dengan bodohnya kami memutuskan untuk mencek ruangan tadi itu, bukan karna kami berani tapi kami ingin memastikan apa yang ada dibalik ruangan itu.

            Perlahan kami menyusuri lorong sampai tiba didepan pintu ruangan itu, ‘klik’  kami membuka pintu nya yang ternyata tidak dikunci, ruangan itu gelap hanya di sinari remang-remang cahaya lampu dari lorong tapi tidak apa ada apa apa, ruangan ini hanya dipenuhi barang-barang yang tidak terpakai dan beberapa kardus bekas juga beberapa gorden yang tidak terpakai, penuh debu dan juga lusuh.

“ngga ada apa apa kok, mungkin tadi itu teman kita yang usil Ran”

“mungkin, soalnya disini emang ngga ada apa apa juga kan, yaudahlah kita ke kamar aja yuk!” ternyata pikiran kami soal tidak ada apa ap aitu hanya sesaat. Kami hendak Kembali kekamar dan berbalik menuju pintu masuk tadi, tapi tiba-tiba pintu tertutup dengan kencang seakan ada yang mendorongnya dengan sengaja. Jantung kami seperti akan lompat dan berpindah dari tempatnya, tidak sampai disitu tiba-tiba saja ada kepala buntung yang menggelinding kedepan kami dengan mulut menganga dan berlumuran darah yang mengotori lantai. Sekujur tubuh kami lemas tak berdaya bahkan berteriak pun tidak bisa sampai akhirnya kami pingsan.

            Keesokan harinya kami membuka mata perlahan lahan, kami masih berada di ruangan itu tapi disana telah ada beberapa orang yang mengerumuni kami.

“kalian kenapa bisa disini Rania?kata Alya kalian hilang semalam jadi kami mencari kalian kesemua tempat” bu Erni langsung menyemprot kami dengan kalimat panjangnya

“ayo Kembali kekamar, kalian tidak boleh keluyuran tanpa izin. Kita masih harus melanjutkan kegiatan. Paham?” lanjutnya lagi dengan raut wajah kawatir tapi sedikit marah juga. Tak ada satupun dari kami berdua yang ingin membuka mulut untuk berbicara sejak kejadian itu. Kami hanya diam meski banyak semburan pertanyaan dan hanya bisa kembali mengikuti arahan Pembina. (Cinthya Agatha Sinaga)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *