Sela dan Hujan di Hari Jumat

Pada hari Jumat sore, matahari sudah mulai terbenam. Langit semakin abu-abu menandakan akan datang hujan. Sinar matahari sudah hampir tidak terlihat. Sinar matahari itu digantikan oleh redupnya sinar bulan sabit. Rumah yang awalnya ramai mendadak menjadi senyap. Sela si gadis berumur 13 tahun, yang sedang berada di kamar keluar melihat situasi di luar kamar. Ayahnya sudah duduk di ruang tamu. Nenek, Ibu, Paman, dan tante juga ikut duduk di ruangan itu. Tidak ada percakapan di antara mereka. Suasananya sangat hening dan canggung.

Sela senang bertemu dengan ayahnya. Dia sudah lama tidak bertemu dengan ayahnya. Dia duduk di sebelah ayahnya. Nenek Sela yang cerewet mulai berbicara.

Nenek berbicara dengan lantang, “Untuk apa kau datang ke rumahku?”

“Aku hanya ingin bertemu anakku dan ingin berdamai dengan keluargaku.” Ujar Ayah Sela.

Sela sudah tau apa yang akan terjadi. Hal ini sudah biasa alami selama satu tahun terakhir ini. Dia hanya diam dan berusaha untuk tidak menangis. Kemudian Nenek Sela membalas perkataan Ayah Sela.

“Tidak ada keluargamu disini dan tidak ada yang perlu didamaikan. Pergilah!” ucap Neneknya.

Sela menggigit bibir bawahnya berusaha menahan tangis. Dia beranjak dan kembali ke kamar. Dia tidak mau memperkeruh situasi di ruangan itu dengan menangis. Sela mulai menitikkan air mata di dalam kamar. Dia mendengar percakapan yang ada di ruang tamu dari dalam kamar.

Ayahnya hanya diam mendengar perkataan Neneknya. Tak lama dari itu, ayahnya kemudian berbicara  ke Ibunya.

“Apakah kau tidak mau pulang ke rumah kita bersamaku? Apakah kau tidak ingin berdamai bersamaku?” ucap Ayah Sela.

Ibu terdiam sejenak. Saat Ibu akan berbicara, paman Sela langsung memotong.

“Perbaikilah dulu dirimu, biarkan istri dan anakmu tinggal disini.” Ujar Pamannya.

Ayahnya hanya diam mendengar ucapan itu. Raut wajahnya semakin murung dan sedih. Dia berdiri dan berpamitan.

“Aku pamit dulu ya Ma.” Dia hanya mengucapkan kalimat singkat tersebut.

Sela yang mendengar kalimat tersebut langsung beranjak keluar menemui ayahnya. Sela berjabatan dan mencium tangan ayahnya yang akan pergi. Ayahnya mengelus rambut dan pundak Sela dengan lembut.

“Baik-baik sekolahnya ya Nak.”

“Iya Pak.” Ucap Sela sambil mengangguk.

Sesaat setelah Ayah Sela keluar dari rumah, suara gerimis dan petir berbunyi. Sela yang khawatir terhadap ayahnya akan kehujanan, berlari mengejar ayah supaya kembali ke rumah.

“Pak, besok aja bapak pulang. Sudah hujan. Nanti hujan deras.” Ucap Sela dengan polosnya.

“Tidak apa-apa.” Kata Ayah Sela.

Namun Sela bersi keras dan menarik tangan ayah kembali ke rumah. Ayah tidak dapat menolak. Ayah tidak dapat berbuat apa-apa lagi selain kembali ke rumah.

Nenek yang melihat Sela kembali ke rumah dengan membawa ayahnya marah.

“Ngapain kau bawa lagi dia ke rumah ini? Biarkan dia pergi!” amuk nenek Sela kepada Sela.

“Di luar mau hujan deras Nek. Nanti bapak sakit karna kehujanan.” Ucap Sela dengan polosnya.

Benar saja, beberapa detik setelah itu hujan turun dengan sangat deras.

Ayah yang mendengar ucapan nenek, sesekali berusaha untuk pergi dari rumah. Namun Sela menahannya. Sela menangis. Sela rela duduk di pintu supaya ayahnya tidak melewati pintu bahkan hanya selangkah. Nenek Sela semakin marah melihat hal tersebut.

“Sela!!! Biarkan dia pergi!

“Enggak Nek, besok aja bapak pulang.” Ucap Sela yang sudah menangis sesenggukan.

Akhirnya nenek menyerah dan membiarkan Sela.

Hari semakin gelap dan hujan semakin deras. Ibu Sela yang melihat Sela dan ayahnya duduk di depan pintu, datang menyuruh Sela dan ayahnya untuk duduk di kursi. Sela dan ayahnya menuruti perkataan Ibu Sela.

Kemudian Ibu beranjak ke dapur. Ibu kembali lagi ke ruangan tempat Sela dan ayahnya berada sambil membawa dua piring makanan untuk makan malam mereka berdua. Ibu Sela duduk sejenak dan menatap mereka berdua yang sedang makan. Tak lama, Ibu Sela kembali beranjak ke kamar.

Di ruangan itu hanya tersisa Sela dan ayahnya. Sela terus menemani ayahnya di malam itu. Dia takut sewaktu-waktu ia lengah, ayahnya akan pergi. Ayahnya telah berjanji akan pulang besok pagi saja. Sela mempercayainya. Sela yang sudah lelah tertidur di samping ayahnya. Sesekali Sela terbangun memastikan ayahnya tidak pergi. Namun, ayahnya benar-benar tidak pergi. Ayah Sela masih terjaga dan tidak tidur melihat Sela terbangun. Ayah Sela mengelus-elus rambut Sela supaya tidur kembali.

Semalam telah berlalu. Pagi pun tiba. Seperti ucapan Sela semalam, Ayah Sela pun pergi. Ayah Sela berpamitan dan mencium Sela. Sela melambaikan tangannya kepada Ayahnya.(Elsa Simanihuruk)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *